Monday 1 February 2010

Antara Realitas Politik dan Semangat Pergerakan Mahasiswa


Oleh: Ucu Abdul Barri

Mahasiswa dalam sejarah peradaban bangsa Indonesia adalah orang-orang yang penuh dengan pemikiran visioner dan menjadi referensi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi . Hingga hari ini mahasiswa masih dianggap sebagai kaum terpelajar sebuah bangsa yang dapat merombakhancurkan sistem ketatanegaraan yang tirani dan menindas rakyat. Kita tidak ingin terbuai oleh romantisme sejarah masa lalu yang ditaburi oleh harumnya pengorbanan dan untaian mutiara pemikiran para pendahulu kita. Tetapi satu hal yang mesti diyakini bahwa ruh perjuangan itu akan senantiasa melekat pada diri kita dalam setiap zamannya.

Sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu negara. Secara empirik kekuatan mereka terbukti dalam serangkaian peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985, dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Akan tetapi, walaupun sebagian besar peristiwa pengulingan kekuasaan itu bukan menjadi monopoli gerakan mahasiswa sampai akhirnya tercipta gerakan revolusioner. Namun, gerakan mahasiswa lewat aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis telah terbukti menjadi katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan rakyat dalam menentang kekuasaan tirani.

Gerakan mahasiswa merupakan gerakan moral kaum terdidik, apa yang dilakukannya sarat dengan muatan akademis. Masyarakat awam melihat gerakan mahasiswa sebagai suatu kebenaran. Muatan akademis yang dibawa kemudian dimanfaatkan oknum elite politik tertentu, untuk menjatuhkan lawan politik mereka . Ini tentunya tidak terlepas dari deal-deal politik yang dilakukan oknum elite politik dan oknum elite pada tataran mahasiswa. Tarik-menarik kepentingan politik di tingkat nasional telah membawa gerakan mahasiswa untuk meramaikan konstelasi politik nasional, padahal gerakan mahasiswa bebas nilai terhadap kekuasaan. Hal ini akan menjadi preseden buruk bagi kelangsungan gerakan kini dan masa mendatang, bagaimana mungkin mahasiswa dapat mengonsolidasikan gerakannya jika sebagian dari mereka telah terjual idelismenya. Untuk itu, tidak salah kiranya jika pertanyaan seputar bagaimana seharusnya gerakan mahasiswa dan pada wilayah apa batas pergerakannya masih tetap relevan untuk dikedepankan. Ini sebagai upaya menjaga garis kemurnian perjuangan gerakan mahasiswa.

Mau tidak mau dan suka tidak suka, gerakan mahasiswa harus berani untuk memutus hubungan dengan oknum elite politik yang memanfaatkannya sebagai senjata politiknya. Bagaimana caranya? Hal itu hanya bisa dijawab oleh para pelaku gerakan. Pastinya, diperlukan keberanian dari gerakan mahasiswa untuk segera menarik diri dari lingkaran politik kekuasaan yang cenderung elitis, lalu menata gerakan mahasiswa kearah gerakan berbasis kultural, sebagai salah satu pengamalan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Sebuah perubahan besar dimulai dari hal-hal yang kecil. Untuk itulah kita mesti meyakini bahwa ruh perjuangan dan semangat pengorbanan yang melekat pada diri mahasiswa akan menjadi sebuah karya nyata hari ini dan esok.

Untuk sebuah perubahan. . . HIDUP MAHASISWA !!!!

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com